Melihat BHP “Objectively”

Seluruh tulisan dan analisa yang saya tulis dalam “Melihat BHP Objectively” dibuat dengan seobjektif mungkin dan sebisa mungkin tidak condong pada pihak manapun.

UU BHP

Undang-undang Badan Hukum Pendidikan atau yang lebih familiar dengan UU BHP begitu santer kita dengar belakangan ini. UU BHP ini mulai mencuat ketika puluhan anak UI melakukan aksi penolakan kalau tidak salah pada hari rabu tanggal 17 desember kemarin sampai ke dalam gedung wakil rakyat

Poin penting UU BHP

Ketika ditanya tentang UU BHP, interpretasi kita pastilah “bayaran kuliah mahal”, “liberalisasi/kapitalisasi pendidikan”, dsb. Tapi ketika ditanya, “pasal berapa tuh yang nyatain kaya gtu?” Bisa saya jamin, banyakan yang gak tau daripada yang tau, even kalo kita nanya ke para mahasiswa yang lagi pada aksi menolak BHP. Jadi ada baiknya kalau sekarang kita mencermati+menganalisis beberapa poin yang saya anggap paling penting dalam RUU BHP yang saya dapat dari situs ITB

Konklusi BHP

Apabila anda telah mendownload dan mengkaji RUU tersebut, anda akan menemukan beberapa poin positif dan poin negatif yang bisa anda temukan :

POSITIF:

+ BHP berprinsip nirlaba (pasal 4 ayat 1)

Dengan prinsip nirlaba, berarti BHP jelas tidak sama bentuknya dengan perusahaan baik itu perusahaan perseorangan (proprietorship), firma (firm), persekutuan(CV), ataupun perseroan (PT.) yang jelas berorientasi ada profit, tapi BHP ini bentuknya lebih mirip dengan yayasan yang juga merupakan organisasi nirlaba.

Perbedaan lainnya dengan perusahaan adalah, pada perusahaan, revenue yang di dapat dialokasikan untuk 3 hal, menutup cost operasional, share profit pada pemilik perusahaan/share holder, atau di putar kembali untuk meningkatkan produktifitas perusahaan(investasi).

Tetapi kalau di organisasi nirlaba, cuma dialokasikan untuk 2 hal. 1. untuk menutup cost operasional, dan 2. untuk investasi. Jadi kalau ada yang mengatakan BHP sama persis dengan perusahaan, jelas salah, coz basic principle-nya aja sudah berbeda.

+ Pendidikan dasar pada BHPP dan BHPPD (sekolah negeri) GRATIS

Sesuai dengan pasal 41 ayat 1

+ Pemerintah tidak dapat mengeruk keuntungan dari BHP (pasal 4 ayat 1, dan pasal 38 )

Karena laba BHP bukan merupakan penerimaan Negara, namun digunakan untuk memajukan satuan pendidikan dan memajukan pelayanan umum,

+ Terciptanya transparansi laporan keuangan yang akurat kepada public (pasal 49, 50, 51, dan 52)

Hal ini dapat terwujud karena pemimpin organ pengelola pendidikan BHP di wajibkan untuk menyusun laporan tahunan yang didalamnya juga memuat laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, lalu diberikan kepada organ pemangku kepentingan untuk di evaluasi dalam rapat pleno.

Apabila laporan itu telah dievaluasi oleh organ pemangku kepentingan melalui rapat pleno, selanjutnya laporan tahunan itu diberitahukan kepada menteri untuk BHPP atau Walikota/Bupati untuk BHPPD. Selain itu laporan itu juga wajib di publikasikan secara missal dan di audit oleh public accountant

NEGATIF:

– BHP dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio (pasal 42 ayat 1)

Berinvestasi pada portofolio bagaikan memegang pedang bermata dua. Di satu sisi berinvestasi dalam portofolio jelas menjanjikan dana segar dalam jumlah yang besar yang dapat digunakan untuk kebutuhan BHP baik operasional, investasi atau kebutuhan lainnya.

Namun di sisi lain, ketika kita bermain dengan portofolio, maka berlakulah apa yang di sebut High risk High return. Resiko yang muncul ketika bermain dengan surat berharga/portofolio bukanlah resiko yang kecil. Suatu perusahaan besar bisa saja runtuh dalam waktu semalam hanya karena isu negatif yang belum jelas kebenarannya, atau karena sebab lainnya.

– BHP dapat dinyatakan Pailit (pasal 57)

Jika BHP dapat dinyatakan pailit karena masalah keuangan, maka hal tersebut akan membawa dampak positif kepada berbagai pihak, terutama bagi peserta didik BHP yang bersangkutan. Memang BHP yang dinyatakan pailit bertanggungjawab untuk memindahkan peserta didiknya kepada BHP lain(Pasal 59 ayat 3), tapi tetap saja itu tidak langsung menyelesaikan masalah. Apabila peserta didik dipindahkan ke BHP lain, ia harus melalui proses adaptasi lagi terhadap lingkungan BHP yang baru ia tempatkan dan jelas itu akan memakan waktu dan menghambat studi mereka.

Lalu bayangkan bila universitas sekelas UI atau ITB dinyatakan Pailit, apakah para mahasiswanya akan rela untuk ditransfer ke universitas lain??

Seharusnya apabila BHP mengalami akan mengalami kepailitan, pemerintah wajib mem-bail out BHP tersebut sebagai bentuk tidak lepas tangannya pemerintah terhadap pendidikan negeri ini.

– Tanggungan maksimal masyarakat sejumlah 1/3 dari biaya operasional BHP Pendidikan tinggi dan menengah (pasal 41 ayat 8 dan 9)

Masalahnya apakah sepertiga dari biaya operasional BHP itu benar-benar tidak memberatkan masyarakat?? Di tengah perlombaan perguruan tinggi dalam negeri untuk bisa menjadi perguruan tinggi dengan standar internasional, tentu akan membuat biaya operasional mereka meningkat drastis untuk berbagai keperluan. Penambahan gaji dosen, biaya untuk memperbanyak riset/penelitian, perbaikan atau penambahan sarana dan prasarana merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar untuk mencapai standar internasional, dan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

– BHP harus mengalokasikan dananya untuk bantuan pendidikan atau beasiswa minimal sejumlah 20% dari jumlah peserta didik baru (pasal 26 ayat 1)

Pertanyaannya sekarang, bagaimana jika pada satu perguruan tinggi terdapat lebih dari 20% peserta didik yang tidak mampu? Menjadi tanggungjawab siapakah biaya pendidikan mereka??

Semua analisis yang disertakan berdasarkan ruu BHP yang bisa diunduh pada link di bawah ini

http://www.km.itb.ac.id/web/index.php?option=com_docman&task=doc_details&gid=29&Itemid=87